Vice Versa (Chapter 3)

Title : Vice Versa

Author : Navaya

Cast :

Kim Taeyeon

Jung Sooyeon

Hwang Miyoung

Kwon Yuri

Im Yoona

Seo Joohyun

Lee Soonkyu

Choi Sooyoung

Kim Hyoyeon

Genre : Drama, Romance, Crime, Mystery, Thriller

Length : Series

Song List:

Madilyn Bailey – Both Of Us (Cover Taylor Swift ft BoB)

Urban Zakapa – Love Is All Around

Jennifer Lopez – Brave

Taylor Swift – You’re Not Sorry

Desclaimer:

This is just for fun.

Just a pure fiction story.

Imagination. Fantasy. Dream.

Copyright. ©Navaya 2012. All right reserved

Please, don’t try to copy this story without prior written permission from the Author.

Thanks

 – The story of us looks a lot like a tragedy –

 Happy Reading 

CHAPTER 3

Full Author POV

“Yuri-ah..” Jessica memanggil dari kursi malasnya. Mengacungkan sepiring buah-buahan yang telah dikupasnya.

Yuri tersenyum dan mengangkat tubuhnya dari dalam kolam. Mendekati Jessica lalu mendaratkan kecupan ringan dibibirnya. Jessica tersenyum tipis sambil memakaikan kimono handuk di tubuh Yuri. Menarik tangannya untuk duduk lalu mulai menyuapinya dengan buah-buahan.

“Enak.” Yuri tersenyum lebar sambil mengecup pipi Jessica. Menyandarkan kepalanya di bahu Jessica. Tak biasanya, namun Jessica tampak menikmati sikap manjanya.

“Untung kau tidak seperti bocah kecil itu. Aku bisa meleleh jika harus mengejarmu.” Jessica menunjuk ke arah Taeyeon yang masih asyik bermain di dalam air. Berenang bersama Sooyoung sambil berebut pelampung layaknya anak kecil. Berkejaran sambil berteriak kegirangan.

“Karena aku tak dapat membayangkan seperti apa kekasihku jika harus melakukan hal yang sama dengan apa yang Tiffany dan Sunny lakukan.” Yuri tertawa melihat Sunny dan Tiffany yang kewalahan mengikuti gerak kekasihnya. Keduanya membawa piring berisi potongan buah untuk disuapkan pada kekasihnya. Sengaja menghampiri hingga ke tepi kolam karena Sooyoung dan Taeyeon masih terlalu senang dengan mainan dan mengabaikan panggilan mereka.

“Youngie-ah.. Jika dalam hitungan ketiga kau tak juga naik, aku akan memberikan buah ini pada Yoong.” Ancam Sunny sambil menunjuk ke arah Yoona yang tengah menjaga Seohyun. Maknae mereka kini tertidur nyaman dipelukan kekasihnya di kursi tempat biasa berjemur. Tak jauh dari mereka.

“Andwe!” Sooyoung berteriak. Melempar pelampung ditangannya hingga membentur kepala Taeyeon lalu segera berenang mendekati kekasihnya.

“Ya!” Taeyeon berteriak kesal sambil mengusap kepalanya. Namun sedetik kemudian senyum dorky terpampang diwajahnya. Dia memainkan pelampung yang kini ditinggalkan Sooyoung. Membiarkan tubuhnya dikelilingi benda karet itu lalu berenang dan melompat-lompat di dalam air dengan wajah senang.

“Taeyeon-ah.. Palliwa..” Tiffany melambaikan tangan meminta Taeyeon mendekat.

Dia menggeleng sambil memamerkan senyumnya.

“Ya! Kau sudah terlalu lama di dalam kolam.” Tiffany kembali memanggil. Namun Taeyeon tak juga mengindahkan panggilannya. Dia melambaikan tangan dan bergerak semakin ke tengah.

“Aku tidak akan membiarkan kau masuk ke dalam kamarku selama satu bulan penuh jika kau masih seperti ini!” Ancamnya tenang.

Mendengar itu, Taeyeon menghentikan gerakannya. Bergerak cepat ke arah Tiffany yang masih duduk di tepi kolam dengan kedua kakinya yang terbenam di dalam air. Dengan wajah cemberutnya Taeyeon membuka mulut minta disuapkan potongan buah.

“Jangan melarangku untuk ke kamarmu. Aku sudah disini dan menuruti panggilanmu.” Bibirnya mengerucut dan membuat Tiffany gemas untuk menciumnya. Dia membungkuk mendekatkan wajahnya untuk mengecup pipi Taeyeon.

“Aku ingin naik itu.” Tunjuk Taeyeon ke arah perosotan yang cukup tinggi di ujung kolam. “Tapi sejak tadi Choi Shikshin dan Kkab Kwon menggangguku. Mereka tidak memperbolehkanku kesana dan mengambil pelampungku. Mereka terus saja menarikku untuk bermain bersama mereka. Jadi sejak tadi aku tidak bisa mencobanya.” Adunya seperti anak kecil. “Aku ingin kesana, Fany-ah. Setelah itu aku akan berhenti.”

Tiffany menggelengkan kepalanya. Menolak tanpa kata-kata. Dia kembali menyuapkan buah ke dalam mulut Taeyeon. Memintanya diam.

“Fany-ah.. Sekali saja.. Aku bisa bermimpi buruk jika tidak mencobanya. Kau tahu kan kalau kita jarang sekali mendapat waktu libur seperti ini. Belum tentu besok dan minggu depan kita bisa kembali dan bermain disini.” Dia menggoyang-goyangkan tangan Tiffany. Mengeluarkan aegyonya untuk mendapat ijin kekasihnya.

Tiffany masih menggeleng. Taeyeon sudah terlalu lama berada di dalam air. Dengan cuaca sedingin ini, dia bisa terjerat flu jika semakin lama berenang.

“Aku ingin main kesana. Sebentar saja. Lima menit..” Dia menunduk sambil mendekap pelampungnya erat-erat.

Tiffany menghela napas. Dia tahu, dia paling lemah untuk hal semacam ini. Paling lemah untuk menolak permintaan kekasihnya. Apalagi jika Taeyeon sampai bersikap seperti ini.

“Satu kali saja, terus naik ke atas. Aku menunggumu disana.” Dia mengacak lembut rambut kekasihnya dan tersenyum saat dilihatnya senyum kekanakan kekasihnya muncul dengan begitu senang. Taeyeon pun mengangguk mengiyakan dan segera berenang menuju perosotan yang dia inginkan, sedangkan Tiffany kembali ke tempat duduknya.

“Kau selalu saja lemah menghadapi tingkahnya yang seperti itu.” Yuri tertawa mengejek melihat Tiffany yang lagi-lagi meleleh dengan sikap Taeyeon.

Tiffany tersenyum. Masih menatap Taeyeon yang kini berlari kecil menaiki tangga. “Taeyeon-ah.. Hati-hati! Kau bisa terpeleset.” Teriaknya yang langsung dijawab anggukan oleh Taeyeon.

“Dia menggemaskan sekali saat merajuk seperti itu. Aku tidak bisa menolaknya.” Tiffany melirik ke arah Yuri dan Jessica yang masih saling menyuapkan buah.

“Aku ingin melihatnya tetap seperti itu. Bahagia, tertawa, gembira dan yang terpenting dia sehat.” Lanjut Tiffany.

“Apa yang dokter katakan? Kemarin kau menemaninya ke rumah sakit? Apa kau sudah melihat hasil check up terakhirnya?” Sunny bertanya ingin tahu.

“Dia baik-baik saja. Hanya saja dia tidak boleh terlalu lelah. Bekas luka di bahu kirinya tak berpengaruh apa-apa. Tapi tidak dengan bekas luka tusuknya. Kau tahu sendiri, pisau itu merobek livernya. Dia mampu bertahan saja sudah merupakan keajaiban. Bisa dikatakan sekarang bagian itu yang harus kita perhatikan. Dia juga tidak boleh terlalu banyak pikiran. Itu akan berpengaruh pada kondisi tubuhnya. Aku khawatir karena sampai beberapa hari lalu, dia masih sering terbangun dan bermimpi buruk. Tapi aku cukup bersyukur karena sebangunnya dari tidur, dia akan baik-baik saja. Hanya terkadang terlihat lelah.” Tiffany masih menatap ke arah Taeyeon dan balas melambaikan tangan saat sang kekasih melambaikan tangan padanya.

“Aku sebenarnya ingin bicara dengan Yoong. Aku ingin tahu secara detail seperti apa yang Taeyeon alami saat itu. Aku merasa dia masih menyimpan banyak luka. Mungkin lebih tepat jika kukatakan itu trauma. Aku ingin dia bisa benar-benar melupakan kejadian itu.”

“MIYOUNGIE!!!!”Tiba-tiba terdengar suara teriakan Taeyeon dari atas perosotan dan membuat mereka semua menoleh menatapnya.

“I..” Taeyeon menangkupkan kedua belah telapak tangannya dan mengangkatnya ke atas membentuk huruf I.

“LOVE..” Sambil mengatakan hal itu dia menurunkan tangan kirinya sejajar dengan bahunya dengan tetap mempertahankan tangan kanannya terangkat ke atas. Kali ini membentuk huruf L.

“U!!” Untuk yang ini, dia memposisikan kedua tangannya di kiri-kanan membentuk garis lurus dan sudut 90 derajat pada masing-masing sikunya. Satu posisi yang sangat jelas menggambarkan pola huruf U. I-L-U.

“MIYOUNGIE, SARANGHAE!!!” Dia pun meluncur sambil memberikan sign love dengan kedua tangan di atas kepalanya. Mengeluarkan cengirannya yang begitu menggoda dan membuat sebagian besar dari mereka tertawa melihat pertunjukkan konyol itu.

“Yuri-ah, benar kan yang kukatakan? Si Bodoh itu pasti akan melakukan hal itu. Harusnya tadi kita kempeskan saja pelampungnya.” Sooyoung menggaruk kepalanya dengan sebal.

“Ya! Kau yang yang terakhir kali bersamanya. Kau juga yang melemparkan pelampung itu padanya. Seharusnya kau kempeskan dulu sebelum pergi.” Yuri menggerutu.

“Ahhhh tadi aku panik karena Bunny mengancam akan memberikan buah-buahan milikku pada Yoong. Aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi makanya kulempar pelampung itu padanya.” Sooyoung masih menampakkan wajah sebal.

“Jadi sejak tadi kalian sengaja mengganggunya?” Tiffany melirik ke arah Yuri dan Sooyoung. Menahan tawanya.

“Mengganggunya itu mengasyikkan. Kau harusnya melihat seperti apa wajah cemberutnya karena tak mendapat pelampung. Kami sudah menduga dia akan melakukan kekonyolan itu saat melihat bagaimana berbinarnya mata itu saat melihat perosotan.” Yuri dan Sooyoung melakukan high five sambil tertawa.

“Kalian nakal sekali.” Sunny menggelengkan kepalanya. Tatapannya kemudian beralih pada Tiffany. “Lalu apa yang akan kau lakukan untuk membuatnya lupa dengan kejadian itu?”

Tiffany tampak berpikir sejenak sebelum sebuah suara memberikan jawaban.

“Kau harus membuatnya amnesia permanen jika ingin dia melupakan kejadian itu.” Jessica tersenyum tipis. “Kau tak perlu memaksakan dirimu untuk membuatnya lupa. Sama halnya dengan sesuatu yang membuatnya bahagia, luka itu adalah satu hal yang sudah menjadi bagian dalam hidupnya. Sudah menjadi takdirnya. Dia mungkin bisa memaafkan perlakuan Hyesuk Oppa padanya. Tapi untuk melupakan semua kejadian itu, kurasa sampai dia mati, dia takkan bisa melupakannya. Kau cukup membuatnya nyaman dan memberinya kebahagiaan. Bukankah yang dia butuhkan hanya sebuah sarang yang nyaman dan pelukan hangat. Kau, kita pasti bisa melakukan semua itu untuk membuatnya tetap sehat.”

Tiffany tersenyum. Mengangguk menyetujui kata-kata Jessica.

“Setidaknya aku tetap ingin tahu kronologis seluruh peristiwa agar aku dapat menguatkannya.” Tiffany mengulurkan tangannya untuk mengambil kimono handuk yang tersampir di ujung kursi. Melambaikan tangan agar Taeyeon mendekat lalu memakaikan kimono itu ditubuhnya.

“Fany-ah.. Dingin..” Rengeknya sambil memeluk Tiffany erat-erat. Membenamkan kepalanya di bahu Tiffany lalu sekilas memberi kecupan ringan dilehernya.

“Ck, siapa suruh berlama-lama di dalam sana?” Tiffany balas mendekap tubuh Taeyeon. Satu tangannya memegang handuk untuk mengeringkan rambut basah itu. “Ingin kupesankan sesuatu yang hangat?”

“Aku ingin kopi.” Taeyeon menjawab cepat.

“Ani.” Tiffany menggeleng. “Kau belum makan malam. Bagaimana dengan susu cokelat?” tawarnya.

“Selalu seperti itu. Seharusnya kau jangan bertanya lagi padaku jika berujung menolak permintaanku dan memberikan pilihanmu.” Taeyeon menggerutu sambil melepas pelukannya.

“Are you angry?” Tiffany menunduk menatap wajah menunduk dihadapannya. Menahan senyumnya melihat seperti apa kekasihnya yang lagi-lagi merajuk seperti anak balita.

Taeyeon menggelengkan kepalanya pelan. “I’m hungry. Jinjja.. Why are you so annoying?”

“Kau bisa memesan kopi setelah makan, Sayang.” Tiffany kembali memeluk Taeyeon. Mengecup pipi yang memberengut itu dengan sayang. “Mandi lalu ganti bajumu.” Tiffany menepuk punggung Taeyeon untuk segera kembali ke ruang ganti.

“Mereka tidak disuruh mandi.” Taeyeon menunjuk pada Yuri dan Sooyoung dan langsung mendapat juluran lidah mengejek dari keduanya karena sikap kekanakannya yang kini membawa-bawa mereka.

“Kenapa kau menyuruhku mandi tapi-” Taeyeon masih saja mengajukan protesnya, namun kali ini Tiffany menjawab dengan gelengan tegas sebelum Taeyeon sempat menyelesaikan kalimatnya.

“Hari ini kau sudah terlalu banyak membantah, Sayang. Jangan menguji kesabaranku. Kau tahu aku ini bukan orang yang sabar.” Tiffany tersenyum tenang.

“Tapi aku tahu kau akan sangat sabar saat menghadapiku.” Taeyeon tertawa sebelum akhirnya mengangguk tanda menurut.

“Temani aku.” Taeyeon kembali merengek.

“Kau bisa menyuekiku saat bekerja. Pergi kesana-kemari tanpa memanggilku. Kenapa sekarang kau terus sa-”

Chu~

Taeyeon mendaratkan bibirnya tepat di bibir Tiffany. Mengulumnya cepat lalu melepasnya. Dia tertawa melihat reaksi kaget kekasihnya. Senyum kemenangan yang sulit untuk mendapat balasan kemarahan.

“Mereka terus saja melakukan hal-hal seperti itu di depan kita.” Sunny memalingkan wajahnya. Menatap kembali permukaan kolam yang bercahaya karena pantulan cahaya lampu.

“Kita bisa melakukannya lebih baik dari mereka, Chagi..” Sooyoung merangkul Sunny untuk menenangkannya.

Tiffany tertawa mendengar gerutuan itu.

“Aku akan memandikannya (?) dulu. Mungkin kami akan makan lebih dulu. Kalian menyusul saja ya. Anak itu bisa semakin rewel jika aku tak menurutinya” Tiffany berpamitan pada membernya lalu berjalan mendekati Taeyeon yang melompat-lompat tak jauh darinya untuk mengurangi dingin ditubuhnya.

***

Sudah satu jam Seohyun tertidur di pelukan Yoona. Tak disengaja sebenarnya. Sesampainya mereka di tempat ini, mereka berdua memang tak berniat untuk ikut bermain air di kolam. Mungkin awalnya Yoona tertarik untuk ikut bermain mengingat prankster seobang sudah berlarian di sekitar kolam saat mereka sampai. Namun melihat wajah Seohyun yang tampak lelah dan mengantuk membuatnya mengurungkan niatnya. Berada di sisi Seohyun saat ini adalah prioritasnya, setelah pembicaraan mereka yang sempat terputus siang tadi.

***

“Hyunnie-ah..” Panggilnya lirih.

“Ne?”

“Apa aku boleh bertanya sesuatu?” Yoona menatap lembut mata Seohyun.

Seohyun menaruh peralatan makannya dan menatap Yoona dengan serius. Satu tanda yang berarti mempersilahkan Yoona untuk meneruskan ucapannya.

“Tolong jawab pertanyaanku.” Yoona menarik napas dalam untuk melanjutkan kalimatnya, “Apakah hubungan kita selama ini membuatmu bahagia? Dan pernahkah kau merasa menyesal karena menjalin hubungan cinta denganku?”

Yoona menatap mata Seohyun. Gadisnya tampak kaget dengan pertanyaannya. Namun sedetik kemudian gesturnya kembali tenang.

“Apa kau ingin aku mengatakan apa yang sebenarnya kurasakan? Apa kau siap mendengarkannya?” Seohyun membasahi kerongkongannya dengan seteguk air.

“Oke. Aku siap.” Yoona kembali bersikap manis untuk mendengar curahan hati Seohyun. “Katakan yang sebenarnya padaku. Apapun yang kau rasakan, aku akan mendengarkan.”

“Ngg… Yuri-ssi!! Kau Yuri SNSD kan?! Ahhh yaa.. Kau pasti Kwon Yuri-ssi,” cetus seorang namja dengan gestur percaya diri pada temannya. Dia menunjuk ke arah Yoona yang kini menoleh padanya.

“Hyung…” Namja yang berbadan lebih besar mengusap bagian belakang kepalanya. Tersenyum canggung pada Yoona dan Seohyun yang kini menatap mereka.

“Iya, Yuri-ssi! Bolehkah aku meminta tanda tangan dan berfoto denganmu. Aku fansmu!! Waahhh.. Ternyata kau jauh lebih cantik jika dibandingkan dengan Yoona-ssi.” Namja itu menjabat tangan Yoona dengan senyum lebar dan wajah berbinar.

Yoona mengeluarkan smirknya. Menjabat erat tangan namja yang sepertinya begitu menikmati drama yang tengah dibuatnya. Perlakuan nakalnya itu sontak membuat namja itu kaget dan berusaha melepas tangannya dari genggaman tangan Yoona.

“Yoong-ah.. Jebal.. Lepas!!!” Namja itu mengibaskan tangannya yang terasa remuk. ”Jinjja.. kau benar-benar kuat, Yoong.” Dia meniup-niup telapak tangannya dengan gestur lucu. ”Woonie.. dia menjahatiku.” Adunya pada dongsaengnya yang tertawa menonton akhir drama tadi.

“Siapa suruh kau menggangguku? Jinjja.. Oppa baboya~ Apa yang kau lakukan disini?” Yoona bersidekap dengan raut kesal.

“Menurutmu untuk apa aku disini? Aku lapar!” Dia memegangi perutnya lalu dengan seenaknya mencomoti makanan di meja.

“Annyeonghaseyo, Kwonnie Oppa. Annyeong Woonie.” Seohyun berdiri dan menyapa dua orang yang berdiri tak jauh darinya.

Pletak!

“Appo~” Refleks Yoona memukul tangan Jokwon yang menyentil dahinya tanpa alasan.

“Harusnya kau seperti maknae, menyapaku, bukan malah membullyku dan hampir menghancurkan tanganku.” Kembali dengan seenaknya Jokwon duduk dan meneruskan makannya. “Tidak masalah kan jika kita makan bersama di satu meja?” tanyanya cuek.

“Shireo!” Yoona menggeleng.

“Hyunnie, jangan dengarkan Yoong. Apa Oppa dan Jinwoon boleh bergabung bersama kalian?” tanyanya dengan puppy eyes.

Seohyun memandang Yoona dan sudah tentu Yoona memintanya menolak. Dia masih berusaha menggeser tubuh Jokwon yang sudah asyik dengan aktivitasnya.

“Gwenchana, Oppa. Silahkan bergabung. Kurasa akan lebih seru jika kita bergabung. Bukankah Oppa dan Yoona Unnie juga sudah lama tidak bertemu?” Seohyun mempersilahkan Jokwon. Sekilas dia melirik ke arah Jinwoon yang masih berdiri di sebelah hyungnya. Memintanya duduk disebelahnya. Sedangkan Yoona menatap Seohyun dengan desahan sebal. Dia tahu, gadisnya tidak mungkin menolak permintaan Jokwon.

“Oppa juga sudah lama tidak bertemu denganmu, Hyunnie. Kau semakin cantik saja. Tidak seperti dia, kekanakan.” Jokwon mencibir pada Yoona yang langsung dibalas dengan acungan kepalan tangan.

“Iya, Oppa. Terakhir mungkin saat comeback solomu itu. Itupun tak lama karena kita kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing.” Seohyun tersenyum sambil melirik ke arah kekasihnya yang masih berusaha menjahili Jokwon dengan mencubit-cubiti lengan Jokwon.

“Kudengar kau dan Jinwoon sering menghabiskan waktu bersama. Mungkinkah 2AM dan SNSD akan berbesan?” tanyanya dengan cuek. “Kita akan berbesan, Yoong! Maknae kita sedang berkencan!!” Jokwon menepuk punggung Yoona dan membuat Yoona tersedak makanannya sendiri. Melihat itu spontan Seohyun mengulurkan segelas air dan mengusap-usap punggung Yoona yang terbatuk hingga wajahnya memerah.

“Gwenchana, Yoong?” Jokwon menoleh memperhatikan Yoona. “Mianhae, aku tak tahu kau sedang makan tadi.” Dia menyeringai sambil mengusap kepala Yoona.

“Hyung.. Kami hanya berteman. Tidak ada kencan. Kau jangan mengada-ada.” Jinwoon buru-buru memberi penjelasan.

Ya, Jokwon memang tidak tahu jika Seohyun dan Yoona berada dalam hubungan.

“Jinjja?” Jokwon menaikkan sebelah alisnya. ”Kupikir kalian berkencan. Terserahlah. Bukan urusanku. Aku lapar. Aku mau makan.” Dia memanggil pelayan dan mulai memesan makanan.

“Yoong, apa menurutmu ini enak?” Jokwon menanyakan beberapa menu pada Yoona.

“Semua enak, Oppa. Kau mau mentraktirku?” Tanyanya dengan tangan yang mengusap matanya yang berair karena insiden tersedak tadi.

“Kau? Tidak. Aku lebih memilih untuk mentraktir Hyunnie dibanding mentraktirmu.” Jokwon menjulurkan lidahnya.

“Kau bilang tadi pagi perutmu sakit, kenapa kau memesan makanan pedas?” Seohyun mengisyaratkan Jinwoon untuk mendekat dan membantunya memilih menu.

“Itu kan pagi tadi, sekarang sudah tidak apa-apa.” Jinwoon menepuk perutnya dan bersikeras dengan pilihannya.

“Isshhhh kau mau sakit perut lagi?” Seohyun menatapnya gemas. “Setidaknya beberapa hari ini jangan bersentuhan dengan makanan pedas. Pesan sup dan makanan yang hangat. Yang paling penting, tidak pedas.” Seohyun menunjukkan beberapa pilihan makanan di daftar menu.

“Tidakkah maknae kita begitu lucu dan serasi?” bisik Jokwon pada Yoona.

Yoona memaksakan dirinya untuk tersenyum lalu mengangkat bahunya. Dia cukup merasa terintimidasi dengan apa yang dilihatnya. Selama ini dia hanya mendengar ini dan itu mengenai seperti apa Seohyun dan Jinwoon berhubungan dari para unnienya. Baru kali ini dia benar-benar melihat secara langsung kedekatan keduanya. Gadisnya begitu serius membantu Jinwoon dan seolah lupa dengan kehadirannya.

“Kau tidak mendengarkanku saat kukatakan jangan memakan makanan pedas dan sekarang demi seorang wanita kau menurutinya. Jinjja.. Menyebalkan sekali. Kuhajar kau.” Jokwon menatap Jinwoon dengan sebal

“Aniyo, Hyung.” Sejenak Jinwoon salah tingkah. Bukan masalah jika hanya ada Jokwon disini. Tapi disini juga ada Yoona dan Jinwoon tahu betul seperti apa hubungan Yoona dan Seohyun. “Hyunnie biasa melakukan ini pada kami. Bahkan semalam dia melarang Min menikmati cocktail karena beberapa hari lalu Min baru saja sembuh dari sakitnya. Tak hanya aku, kami -91 liners– akan menuruti apa pun yang Hyunie katakan.”

“Apa benar kau sering melakukan itu pada teman selinersmu?” tanya Jokwon pada Seohyun.

“Aku hanya terbiasa, Oppa. Rata-rata unniedeul memiliki pencernaan yang sensitif. Karena itu jika aku menemukan hal yang serupa, aku sering tanpa sadar melarang mereka melakukan hal-hal yang akan memperburuk kesehatan mereka. Terutama Yoona Unnie. Pencernaannya cukup rentan dan sering membuatku khawatir.” Seohyun tersenyum saat bertemu mata dengan Yoona.

“Maknae yang baik.” Jokwon mengacungkan jempolnya.

Mereka pun meneruskan makan dengan berbagai topik obrolan seputar kehidupan mereka. Tak ketinggalan tentang gosip-gosip yang tengah beredar di kalangan mereka sendiri. Hingga akhirnya Yoona dan Seohyun berpamitan karena hari sudah semakin sore.

Mereka yang awalnya hendak menggunakan taksi sebagai sarana transportasi untuk menuju lokasi berikutnya akhirnya menerima ajakan Jokwon untuk ikut dengan mobilnya yang kebetulan searah dengan tempat yang akan mereka tuju. Praktis, pertanyaan Yoona pada Seohyun belum juga mendapat jawaban karena mereka tidak mungkin meneruskan pembicaraan tersebut selama dalam perjalanan. Tidak jika Jokwon dan Jinwoon berada dalam satu mobil yang sama dengan mereka.

***

Yoona mempererat pelukannya. Dibenamkan wajahnya diantara rambut Seohyun yang masih lelap tertidur. Tanpa sadar sejak tadi dia terus mengucapkan ‘saranghae’ dan ‘mianhae’ dalam bisikan. Berulang-ulang. Dia seolah larut dalam dunianya dan mengacuhkan keadaan sekitarnya. Dia bahkan tak menyadari apa saja yang sejak tadi terjadi diantara keenam unnienya.

Seohyun benar-benar mengambil alih perhatiannya. Membuatnya tidak bergerak kemana-mana. Dia merindukan gadisnya. Dan dengan Seohyun yang kini menyandar sepenuhnya padanya membuat Yoona bahagia. Sejenak dia lupa kapan terakhir kali Seohyun bersikap manja padanya. Seminggu, sebulan, tidak, sudah lebih dari itu. Dia tahu, Seohyun mampu mengurus dirinya sendiri dengan baik bahkan lebih baik daripada yang ia lakukan. Tapi jika sampai selama ini Seohyun benar-benar mandiri tanpanya, itu yang justru membuatnya khawatir. Ada apa sebenarnya?

Mereka sudah lama tak saling bertukar cerita. Dia tak lagi dapat menyombongkan dirinya telah menjadi seobang yang baik dihadapan unnie-unnienya. Tidak lagi. Dia seperti kehilangan kendali atas diri kekasihnya. Ini bukan salah Seohyun sepenuhnya. Seohyun hanya mencoba beradaptasi dengan keadaan mereka yang terhalang oleh waktu. Terhalang oleh kesibukan mereka yang berbeda antar satu dengan lainnya.

“Kau tahu apa yang kutakutkan?” Yoona berucap lirih. “Aku takut kau lelah bersamaku. Aku takut kau lelah mencintaiku. Aku takut kau menyerah dengan hubungan kita.” Dia mengusap lembut rambut Seohyun.

“Apa yang terjadi dengan Taeny Unnie beberapa waktu lalu membuatku banyak berpikir. Aku takut kau akan merasakan hal yang sama dengan yang Fany Unnie rasakan saat itu. Kesepian. Kosong. Kebingungan. Ketidakberdayaan. Juga keinginan yang tak tersampaikan. Aku tidak ingin kesibukan kita selama ini akan berakhir seperti mereka. Kesibukan yang tanpa sadar menciptakan jarak diantara hubungan Fanny Unnie dengan Taeyeon Unnie.” Yoona masih terus berbicara pelan.

Sengaja.

Dia tak ingin didengarkan. Dia hanya ingin mengeluarkan apa yang saat ini menjadi beban dalam pikiran.

“Jangan pernah meninggalkanku, Hyunnie. Aku sungguh tak bisa jika kau melakukan itu padaku. Aku sungguh tak bisa. Katakan padaku apapun yang kau inginkan, aku akan melakukannya untukmu.” Dia menggigit bibir bawahnya. Berusaha keras menahan air matanya. “Jika saja hanya kesibukan, aku tidak akan mengalami ketakutan sampai seperti ini, Sayang. Tidak. Aku akan berusaha mengembalikan semua waktu yang terbuang karena uang. Tapi bagaimana jika yang terjadi lebih dari sekedar kesibukan? Mereka.”

Yoona menarik napas dalam.

“Aku sungguh mempercayaimu, Sayang. Tapi aku tidak bisa mempercayai mereka yang berada disekitarmu. Kau tahu? Kau yang paling sempurna untukku. Kau yang bisa memberi kebahagiaan untukku. Kau yang mampu menghapus lelahku. Aku takut mereka mengambilmu. Membuatmu berhenti mencintaiku. Menbuatmu jauh dariku. Aku tidak ingin itu terjadi. Apa aku terdengar posesif?” Yoona mencium dahi Seohyun.

“Aku tak peduli. Aku tidak akan melepaskanmu. Kita sudah melewati waktu yang cukup panjang dan itu membuat kau menjadi alasan penting kenapa aku harus mempertahankan semua ini. Aku akan selalu ada disisimu, sampai kau benar-benar menginginkanku pergi dari hidupmu. Dan jika benar itu akan terjadi, tolong beri aku waktu.” Yoona menghela napas panjang saat mengatakannya. Satu tangannya membenahi letak jaketnya untuk menutupi tubuh Seohyun. “Aku akan berusaha, Sayang. Mempertahankanmu untuk terus ada. Untuk terus tertawa dan bahagia. Aku akan terus memelukmu sampai aku benar-benar tidak bisa melakukannya.”

“Nggghhh..” Yoona merasakan gerakan dalam pelukannya. Dia menunduk dan menemukan kekasihnya bergelung semakin lekat padanya. Masih dengan mata yang tertutup rapat. “Dingin, Yoong.” Lirihnya meracau.

Yoona tertawa ringan.

“Merapat padaku. Aku sudah memelukmu sampai sebegini erat dan kau masih merasa dingin?” Telunjuk Yoona menyapu pipi Seohyun yang tampak kemerahan.

“Apa sejak tadi kau terus memelukku?” tanyanya dengan mata terpejam.

“Of course!” Yoona menjawab mantap. “Aku takkan membiarkanmu kedinginan tanpa perlindungan.”

“Jam berapa sekarang? Kenapa sepi sekali?” Seohyun mengusap matanya dengan gerakan lambat. Masih tersisa kantuk diwajahnya. Dia menengok ke kanan dan kiri dan tak menemukan  wajah seorang pun dari unnienya selain kekasihnya. “Kemana yang lain?”

“Kuusir.” Yoona mengeringai lebar.

“Aku serius.” Seohyun menggelembungkan pipinya dan membuat Yoona gemas untuk segera ingin menciumnya.

“Mereka sedang membersihkan diri. Mungkin sebentar lagi kembali.”

“Mianhae Unnie.. Aku menjadikan tubuhmu sebagai bantalanku dan membuatmu tak dapat berenang bersama Unnie lainnya.” Wajah Seohyun menyiratkan rasa bersalah.

Yoona menggeleng cepat dan kembali memeluk Seohyun.

“Aku sungguh bahagia kau jadikan bantalan tidur. Setidaknya dengan begitu bisa sedikit lebih lama memelukmu, menatap wajahmu dan menciummu.” Yoona tersenyum saat dilihatnya wajah Seohyun merona karena kata-katanya.

“Curang! Kau melakukannya saat aku tertidur.” Seohyun menyedekapkan tangannya. Menatap protes pada kekasihnya.

Yoona menggeleng dengan tatapan polos.

“Namun kurasa aku lebih suka melakukannya saat kau terbangun. Tidak seru jika hanya aku yang memainkan bibirmu.” Dia tersenyum nakal dan membiarkan matanya mereka berpandangan. Menikmati rona merah di wajah Seohyun karena kata-katanya yang sarat godaan. Dengan lembut dia kembali memeluk tubuh Seohyun. Menguncinya diantara lengannya.

“Saranghae, Joohyun-ah..” Yoona memejamkan matanya dan mendekatkan wajahnya, Dirasakan hembusan napas Seohyun menerpa wajahnya sebelum akhirnya bibir mereka bertemu. Saling menghangatkan di tengah dinginnya malam.

“Apa kubilang, mereka juga pasti melakukan hal-hal yang sama seperti yang kita lakukan. Hanya saja tidak dilakukan di depan kita. Tidakkah mereka terlihat sangat manis jika seperti itu?” Sunny memandang sepasang kekasih yang masih larut dalam aktivitas mereka dari kejauhan. Tangannya menggenggam erat kekasihnya agar tak lagi mengintrupsi momen romantis milik membernya.

Jika itu dilakukan oleh Taeny atau Yulsic mungkin dia akan lebih memberi kelonggaran dan membiarkan kekasihnya mengacak-acak momen romantis mereka. Namun jika maknae yang melakukannya, dia akan berusaha menjaga kekasihnya agar tak lagi memotong momen indah itu. Setidaknya tidak membuat kedua maknae merasa tertangkap basah lalu berujung dengan memperlihatkan wajah memerah pada mereka.

“Maknae kita sudah dewasa rupanya.” Sooyoung tertawa kecil.

“Kau pikir berapa umurmu? Apa kau lupa jika kau seliners dengan Yoong? Kau bahkan hanya berbeda tiga bulan darinya. Jangan sok tua. Kau juga maknae. Maknae raksasa.” Sunny mencibir ke arah kekasihnya yang kembali bersikap sok dewasa.

“Ya, aku memang seliners dan berbeda tiga bulan dengan Yoong. Tapi jangan kau anggap aku anak kecil. Apa kau lupa? Meski aku 90 liners, tapi aku hanya berbeda dua bulan dari Yul yang seliners denganmu, Bunny.” Sooyoung berseru tak mau kalah. Namun tak lama dia kembali berpikir.

“Ya, kau benar, aku maknae ketiga. Itu berarti aku masih muda tidak tua seperti dirimu dan unniedeul lainnya.” Ucapnya dengan aegyo yang membuat Sunny mengeluarkan lidahnya. Berpura-pura ingin muntah atas apa yang baru didengarnya.

Untuk urusan usia, semenjak mereka semakin dewasa dan melewati angka 20, Sooyoung memang tidak ingin ikut masuk dari golongan mereka yang dituakan. Dia lebih sering menunjukkan sifat kekanakan diantara member 89 liners dan itu membuatnya sering mendapat tertawaan karena sikapnya yang sangat tidak cocok dengan posturnya yang begitu dewasa.

“Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang? Kita kan kembali untuk mengajak mereka makan malam karena mereka tidak membawa kendaraan.” Sooyoung bertanya sambil memainkan pipi Sunny.

“Kirimkan mereka pesan untuk menyusul kita di pelataran parkir. Kajja..” Sunny menarik tangan Sooyoung untuk mengikutinya sebelum kekasihnya semakin larut dengan mainan barunya. Pipinya.

***

“Taeyeon-ah..” Tiffany melongok melalui pintu kamarnya. Menatap kekasihnya yang masih asyik memainkan game dipangkuannya. Wajahnya tampak serius dan membuat Tiffany ingin tertawa melihatnya.

“Ne?” Dia mengangkat wajahnya. Menyunggingkan senyumnya.

“Aku mau susu.” Ucap Tiffany dengan tatapan polos.

“Mau susu?” Taeyeon menaruh tabletnya disebelahnya. “Susu yang mana?” Pertanyaan disertai cengiran nakal Taeyeon membuat Tiffany refleks melempar bantal sofa ditangannya.

“YA! BYUNTAE!! INI BELUM MALAM! DASAR NAKAL!” Dia berteriak pada kekasihnya. Merangkak naik ke atas tempat tidur untuk memberi pelajaran pada kekasih mungilnya yang mulai berpikiran mesum.

Taeyeon tertawa. Membiarkan dirinya menjadi bulan-bulanan Tiffany yang kini menindihnya. Berusaha menyentil dahinya. Taeyeon bergerak cepat. Menangkap kedua tangan Tiffany lalu membalik posisi mereka. Tiffany yang kini berada di bawah Taeyeon berusaha memberontak. Tak mengijinkan tangan Taeyeon bergerak menggelitikinya.

“Hajima, Taeyeon-ah.. Geli!!” Tak berhasil menangkap tangan Taeyeon yang bergerak cepat, akhirnya Tiffany menarik tubuh Taeyeon hingga menimpanya lalu memeluknya erat. Membuat Taeyeon tak dapat bergerak dalam pelukannya.

“Kubilang berhenti, Bodoh.” Ucapnya disela napasnya yang terengah.

“Aku suka posisi ini. Menyenangkan.” Kepala Taeyeon bergerak mendekati leher Tiffany. Menenggelamkannya disana lalu mengecupnya berulangkali dengan sesekali menggigiti ujung telinga kekasihnya.

“Ya! Apa yang kau lakukan?! Aku akan marah jika kau sampai meninggalkan tanda disana. Apa kau lupa kita akan ada event besok pagi?” Ancam Tiffany sebelum ciuman Taeyeon menjadi semakin dalam.

“Arraseo.” Taeyeon menghentikan ciumannya. Dengan satu tangan yang masih menahan tubuhnya dia menatap mata Tiffany.

“Neomu yeoppo..” Jemarinya merapikan anak-anak rambut yang menutupi wajah Tiffany. Mengusap lembut wajah Tiffany dengan tatapan yang tak lepas sedikitpun.

“Neomu kyeowa~” Ganti tangan Tiffany menangkup di wajah Taeyeon. Dia memainkan pipi Taeyeon sebentar lalu mengecup cepat bibirnya. “Ahhhh kekasihku ini sungguh lucu!!! Chubby menggemaskan seperti totoro! Apa aku boleh mengigitmu?” tanyanya sambil menggigit bibir bawahnya.

“Ngeh?!” Wajah Taeyeon meringis. Tak setuju dengan apa yang dikatakan kekasihnya.

“Taetoroku yang lucu.” Tiffany menyunggingkan senyumnya. “Aku. Cinta. Taetae.”

“Nado..” Taeyeon tertawa. “Kau ingin kubuatkan susu cokelat, vanilla atau-”

“Stroberi!” Tiffany menjawab cepat.

“Sayang sekali, persediaan stroberi di dorm telah habis, Chagi.” Taeyeon berbaring di sebelah Tiffany. Memeluknya dengan mata terpejam.

“Mmm..” Tiffany bergumam sambil mengelus punggung Taeyeon. “Aku mau susu cokelat saja. Buatkan aku yang hangat. Aku tidak ingin terlalu panas.”

“Baiklah.. Tunggu aku.” Taeyeon bangkit dari tempat tidur lalu berlari kecil menuju pantry.

Tiffany tertawa melihat tingkah kekasihnya. Dia pun berguling dan membaringkan tubuhnya di tempat dimana Taeyeon berbaring sebelumnya. Tangannya bergerak meraih tablet yang Taeyeon tinggalkan. Berniat mencari permainan yang mungkin bisa dia mainkan. Matanya mengernyit saat menyadari bahwa tablet Taeyeon kembali meminta password. Dengan tenang dan penuh keyakinan dia mengetikkan namanya.

“Eh?” Tiffany membulatkan matanya melihat apa yang terpampang di layar.

***

“Apa kau sudah mengingatnya?” Suara rendah dengan intonasi malas bertanya dari balik punggung Taeyeon yang tengah membuatkan susu untuk Tiffany. Satu tangan terulur membuka pintu kulkas disebelahnya dan mengambil sebotol air dari dalam sana.

“Mengingat apa?” Taeyeon bertanya pelan. Tak ingin yang lain mendengar pembicaraan mereka. Selain Tiffany yang berada dikamarnya, member yang lain tengah berkumpul lengkap di ruang tengah.

Jessica mengacak rambutnya yang berantakan dan menyandarkan tubuhnya di pintu kulkas. Masih tampak garis-garis mengantuk pada wajahnya.

“Apa yang sebenarnya kalian bicarakan sebelum Hyesuk Oppa mengeluarkan gerakan jari seperti itu?” Jessica menggerakkan jarinya dengan beberapa gerakan.

Taeyeon menghentikan kesibukannya. Menghadapkan tubuhnya ke kiri dan menatap Jessica yang asyik dengan minumannya.

“Maksudmu seperti ini?” Taeyeon mengulang semua gerakan yang Jessica lakukan dengan membentuk jemarinya sesuai dengan apa yang Jessica lakukan.

(Gerakan jarinya seperti di atas)

“Menurutmu itu apa?” Satu alisnya terangkat menatap Taeyeon. Masih nampak acuh dan tak begitu memperhatikan apa yang Taeyeon katakan.

“Vice versa.” Taeyeon menjawab singkat lalu kembali sibuk dengan aktivitasnya.

“Jadi kau menyadarinya juga?” Jessica berubah cepat. Tampak antusias dengan tingkat kesadaran yang kini berpindah dari apatis menjadi compos mentis. Tak menyangka Taeyeon yang selama ini diam ternyata kembali menyimpan satu hal yang sama dengannya.

“Kau mengartikan gerakan itu vice versa?” Dia menarik tangan Taeyeon untuk kembali menghadap kepadanya.

Taeyeon menghentikan gerakannya. Menatap Jessica yang menatapnya tak percaya.

“Jangan meremehkanku. Apa kau lupa siapa otak yang memecahkan semua taka-teki Hyesuk Oppa. It’s me. Serangkaian gerakan tadi bukan hal sulit yang membuatku harus merasakan depresi lagi.” Dia mencibir dan membuat Jessica tertawa.

“Harusnya kuubah pertanyaanku. Kenapa hanya sebuah V yang dia simbolkan tanpa tanda peace dua jari?” Jessica bersidekap menanti jawaban Taeyeon.

“Itu yang masih kupikirkan sampai saat ini. Aku memiliki begitu banyak asumsi yang hingga kini belum kuketahui mana yang paling pasti.”

Jessica tersenyum tenang mendengar apa yang Taeyeon katakan. Jujur saja, dia pun mempertanyakan hal yang sama.

Kenapa?

“Kupikir koma dan trauma membuatmu tidak dapat mengingat apa-apa.” Jessica mendesah sambil berjalan menuju meja makan. Menarik sebuah kursi dan duduk disana. Bertopang dagu sambil memainkan ponselnya.

“Apa yang membuatmu menjadi begini tenang, Taeyeon-ah?”

Taeyeon menggeleng.

“Sejujurnya, aku sama sekali tidak tenang. Tapi aku tidak punya pilihan. Aku harus tenang atau semua ini akan kembali menyakitiku perlahan.”

Dia tersenyum tipis.

“Bagian yang membuatku trauma, mungkin tanpa sadar membuatku lupa. Aku tidak mengingat semuanya, Jessica. Serangkaian gerakan tadi hanya sebagian kecil ingatan yang tak terlupa. Sedang sisanya, aku tak dapat mengingatnya. Belum dapat mengingatnya lebih tepatnya. Sayangnya sepertinya bagian yang terlupa itu adalah jawabannya. Aku selalu mencoba mengingatnya, dan semakin aku mencoba, kurasa ingatan itu semakin menjauh dariku. Sulit sekali untuk melawannya. Aku tidak dapat membohongi diriku sendiri. Rasa sakitnya masih sangat terasa, dan itu membuatku takut.”

“Jika memang begitu, jangan memaksa. Toh sampai saat ini kita masih baik-baik saja.” Jessica membalas santai.

“Masih bukan berarti sudah.” Taeyeon tersenyum penuh arti. “Aku tak menyangka jika kau memiliki photographic memory. Serangkaian gerakan tadi bukan sesuatu yang mudah untuk diingat. Dia menggunakan bahasa isyarat untuk huruf ICE-VERSA dan meninggalkan telunjuk dan ibu jarinya untuk V diawal kata. Sebuah gerakan yang awalnya kupikir menyimbolkan huruf L.” Taeyeon mengulang kembali gerakan tangan yang sebelumnya dia lakukan.

Jessica mengangguk mengiyakan.

“Lalu kenapa dia mengganti huruf V yang seharusnya memakai tanda peace dua jari menjadi tanda dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk?” Wajahnya kembali bingung.

Taeyeon tersenyum tenang. “Sudah jelas bukan?”

“Mwo?” Jessica mengerutkan keningnya.

“Pssiiuuuu… Dor! And then.. Dead!” Taeyeon menggerakkan tangannya serupa garis lurus horizontal di depan lehernya.

“Ini gila!” Jessica mendesah lirih. “Apa yang sebenarnya dia inginkan? Kematian? Atau hanya membuat kita terus dicekam ketakutan?”

“Molla.” Taeyeon mengangkat bahu. “Selama kita belum memecahkan satu demi satu petunjuk yang ditinggalkan, kita tidak pernah tahu apa yang menjadi motif dibalik semua ini. Permainan ini memang belum dimulai, tapi setidaknya kita sudah mendapatkan invitation untuk masuk kedalamnya.”

Taeyeon tampak serius berpikir. “Ini akan seru. Aku yakin itu. Ada potongan yang tak mampu kutuangkan. Aku bisa mati jika sampai akhir nanti tak menemukannya.”

Jessica tak bersuara. Diam dan menatap Taeyeon yang kini larut dalam pikirannya.

“Taeyeon-ah..” Panggilnya pelan.

“Ne?” Taeyeon mengangkat wajahnya.

“Tidakkah menyakitkan jika kau harus menyimpan semua ini dari pasanganmu?” Jessica bertanya tenang. “Kau tahu? Kau sungguh tak terbaca. Jika sebelumnya kau bersembunyi di balik topeng dingin yang menyebalkan, kali ini kau menggantinya dengan topeng kekanak-kanakan yang penuh kepolosan. Sikapmu selama ini bahkan sudah menipuku. Kupikir kau tak pernah menyadari arti pesan itu. Jika memang aku benar, kau benar-benar icon dari sebuah pengkhianatan, Kim Taeyeon. Haruskah aku tetap mempercayaimu?”

“Tak ada yang dapat kupercaya jika semua tengah bermain muka. Aku tidak pernah tahu apa, siapa dan bagaimana. Kuharap kau juga melakukan hal yang sama untuk tidak mempercayai siapa pun yang memiliki topeng sempurna pada wajahnya.” Dia mengulum senyum. Sejenak berpikir sebelum meneruskan kalimatnya.

“Pergilah jika memang kau sudah tidak bisa bertahan. Kau tahu, sejak awal manito bukanlah hal yang paling aku inginkan. Aku takkan menahan apapun keputusanmu. Tidak akan menarikmu masuk dalam lubang hitam yang sepertinya jauh lebih dalam dari apa yang sebelumnya kuperkirakan. Kau tahu seperti apa permainan ini akan berjalan. Menyakitkan? Itu pasti. Aku hanya takut jika kali ini merupakan bencana yang tak lekas menjadi pudar. Aku akan membebaskan apapun yang ingin kau lakukan. Untuk pergi atau tetap ada disini. Tapi satu hal yang harus kau camkan, jangan pernah kau mengkhianatiku diam-diam.”

“Apa itu berarti kau juga tidak mempercayaiku?” Jessica bertanya langsung.

“Menurutmu?” Taeyeon bertanya balik.

Jessica tertawa pelan.

“Kau mempercayaiku dan aku percaya itu.” Jessica menganggukkan kepalanya. “Kau tahu, aku tidak akan lari dari semua ini. Aku memiliki banyak alasan yang tak perlu kusampaikan. Alasan kenapa aku harus bertahan dan kulakukan semua ini semata-mata bukan untuk membantumu, tapi juga untuk diriku.”

Taeyeon tersenyum tipis. Mengerti kemana Jessica membawa pembicaraan ini. Gadis yang tengah berdiri dihadapannya sudah jauh berubah. Berubah menjadi lebih mengerikan, bahkan sebelum dia sempat menyadari bahwa permainan ini belum dimulai. Salah seorang pemain wajah yang selama ini coba dia hiraukan kini begitu terbuka menunjukkan kemampuannya. Taeyeon sudah tahu itu. Sejak dulu Jessica selalu berhasil memainkan perannya dengan sempurna.

“Taeyeon-ah..” Suara Tiffany terdengar mendekat. “Apa susunya sudah jadi? Kenapa lama sekali?” tanyanya sambil melongok ke pantry.

“Ahhh ne..” Taeyeon berjalan mendekat ke arah kekasihnya. Mengulurkan sebuah mug berisi susu hangat sesuai permintaannya.

“Gomawo Chagi,” Tiffany menunduk mencium pipi Taeyeon. Satu tangannya terulur dengan tablet Taeyeon dalam genggamannya.

“Aku ingin bermain, tapi aku tidak dapat memasukkan passwordnya. Apa kau mengganti password tabletmu?” tanyanya ingin tahu. Dia berdiri di sebelah Taeyeon yang kini terfokus dengan tabletnya.

“Tidak. Apa kau sudah memasukkan nama Koreamu?” tanya Taeyeon menatap wajah Tiffany. “Apa mungkin kau lupa bagaimana cara menuliskan nama Koreamu?” tanyanya dengan gaya playful. Mengejeknya.

“Ya! Aku tidak sebodoh itu!” Tiffany memukul lengan Taeyeon lalu kemudian memeluknya dari belakang. Membiarkan dagunya bertumpu di bahu kekasihnya yang sedang mengetik namanya untuk membuka password tabletnya.

Tak ada reaksi. Password yang Taeyeon masukkan tidak diterima.

“Tuh, kau sendiri tidak bisa memasukkannya.” Tiffany mencibir dibalik bahu Taeyeon.

Taeyeon mengeluarkan cengirannya dan menggaruk bagian belakang kepalanya. Wajahnya tampak bingung.

“Eotthoke? Kalau seperti ini, aku tidak bisa bermain lagi.” Dia menatap Tiffany dengan tatapan polos. Dia memajukan bibirnya dengan raut kesal.

“Mungkin tadi kau tak sengaja menekan sesuatu yang membuatnya tak bisa menerima passwordmu. Bukankah hal itu sering terjadi?” Tiffany tertawa melihat ekspresi Taeyeon. Dia mengacak rambut kekasihnya. “Jangan cemberut seperti itu. Kau bisa memperbaikinya nanti. Itu tandanya kau tidak boleh sering-sering bermain game dan mencuekiku keberadaanku.”

“Aku tidak mencuekimu.” Taeyeon melingkarkan tangannya mengelilingi Tiffany.

“Dengan kau menyendiri di kamar dan sibuk dengan game ditabletmu, itu berarti kau mencuekiku. Kau hampir dua jam mengurung diri di dalam kamar. Jika aku tidak memintamu membuatkanku susu, kau pasti masih asyik dengan mainanmu ini dan terisolasi dari semua member.” Tiffany tersenyum tenang.

“Itu karena Sunny mengalahkanku!” Taeyeon kembali mengeluarkan raut kekanakan. “Sebelum dia menjadi pemegang high score, aku yang lebih dulu menempati posisi itu. Sekarang hanya dengan perbedaan dua poin, dia mengalahkanku. Aku kesal. Aku akan mengambil kembali posisiku. Jika tidak si Shikshin itu pasti akan mengejekku karena kekasihnya berhasil mengalahkanku.”

“Childish.” Tiffany menyeringai.

“My Kiddo.. Jangan pikirkan kata-katanya. Kau tahu kan jika Youngie hanya bercanda. Aku tidak mengharuskan kekasihku memenangi permainan seperti itu. Kau sudah memenangi hatiku. Memenangi cintaku. Apa itu tidak cukup?” Dia menangkupkan tangannya di wajah Taeyeon. Menatap wajah kekanakan yang masih menampakkan kekesalan.

“Tuhanku.. Kenapa siang ini kau begitu menggemaskan? Huh?!” Tiffany tersenyum lembut. Mengusap pipi Taeyeon yang membuatnya terus menggigit bibir karena kelakuannya.

“Aku menggemaskan setiap hari bukan hanya siang ini.” Ceplos Taeyeon spontan.

“Jinjja?” Tiffany menutup mulutnya. Berakting kaget.

“Ya! Berhenti menggodaku! Cepat habiskan susunya. Kau akan rewel dan memintaku membuatkannya lagi jika susu itu tak lagi hangat.” Taeyeon membalik tubuh kekasihnya dan mendorongnya lembut untuk kembali ke ruang tengah.

“Kau akan bergabung bersama kami?” tanyanya.

Taeyeon mengangguk. “Biarkan aku membuat cokelat hangat dulu. Nanti aku menyusul.”

“Arraseo..” Tiffany kembali mendaratkan kecupan ringan di dahi Taeyeon sebelum kembali ke ruang tengah.

Taeyeon tersenyum tipis dan berbalik kembali ke pantry. Saat itu matanya kembali bertemu dengan Jessica yang belum beranjak dari kursinya.

“So sweet.” Ucapnya tenang. “But..” Dia menyeringai.

“But?” Taeyeon menyipitkan matanya. Meminta Jessica meneruskan ucapannya.

“You’re liar.”

“Ne?” Taeyeon masih menatapnya bingung.

Jessica menggerakkan telunjuknya untuk meminta Taeyeon mendekat. Taeyeon menurut dan melangkahkan kakinya. Berdiri di sebelah Jessica.

“Aku tahu kenapa password tadi tidak diterima ditabletmu.” Dia kembali menatap Taeyeon.

“Kenapa?”

“Karena memang bukan itu password yang kau gunakan di tablet ini.” Jessica meraih tablet dalam genggaman Taeyeon.

“Aku tidak lupa jika kau memiliki dua buah tablet yang sama. Yang satu adalah black box, sedang yang satu lagi adalah Pandora box. Kau membiarkan kekasihmu mengutak-atik the black box karena jelas, disana merekam seluruh kisah tentang kalian. Tak ada masalah. But in the Pandora box..” Jessica menghela napas sebelum akhirnya mengetikkan sederet huruf di layar sentuh tersebut. Taeyeon membiarkan dan menatap apa yang Jessica lakukan tanpa mengatakan apa-apa.

“See.. Sudah kuduga kau menggunakan vice versa sebagai password.” Dia tertawa kecil begitu layar berubah dengan tampilan menu. Namun seketika itu pula wajahnya berubah. Memucat.

“Ige mwoya?” Dia mengusap matanya untuk kembali memastikan apa yang terpampang di main menu tablet Taeyeon. Sebuah slide foto yang bergerak perlahan.

“Invitation.” Taeyeon menjawab pelan. “Saat Hyesuk Oppa mengirim undangan kematian terakhir untuk Tiffany, tak seberapa lama dia juga mengirimkan ini. Di hari yang sama dengan malam naas itu.”

“Kenapa kau tidak langsung memberitahukanku?” Jessica menatap tajam.

“Jangan berlagak bodoh. Aku tahu, dia juga mengirimkannya padamu. Kau pikir siapa member yang berkaitan dengan invitation itu? Kurasa hanya kau dan aku.” Taeyeon mengacak lembut kepala Jessica. “Aku tidak tahu sejak kapan dia menyadarinya. Tapi saat dia mengeluarkan dua nama untuk menjadi sasaran pada hari yang sama, aku tahu itu bukan kebetulan semata. Cara seperti itu bukan gayanya. Pasti ada maksud dibalik itu semua. Yuri dan Fany. Dia ingin menyakiti kau dan aku melalui mereka.”

“Jinjja?” Jessica menatapnya tak percaya.

“Ini hanya asumsiku sementara. Aku belum dapat berpikir banyak karena aku pun baru menyadarinya akhir-akhir ini. Mimpi yang sama berulangkali dan sama sekali tak dapat kuingat potongan kejadiannya. Itu sangat melelahkan. Aku harus menghentikannya atau semua ini kembali akan membunuhku perlahan.” Taeyeon mengambil mug dan menuangkan cokelat bubuk ke dalamnya.

“Lalu time traveler?”

“Kurasa itu petunjuk selanjutnya selain vice versa. Penjelajah waktu. Kita harus melangkah mundur untuk mencari petunjuk selanjutnya.”

“Issshhh tidakkah ini lebih rumit dibandingkan sebelumnya? Kita tidak tahu sampai sejauh apa kita harus melangkah mundur.”

“Sebenarnya tidak rumit hanya membutuhkan waktu untuk melepaskan ikatannya satu persatu. Dia sudah memberikan batas sampai dimana kita harus melangkah mundur.” Taeyeon melangkah mendekat dengan mug yang mengepulkan uap panas.

“Apa kau menemukan sesuatu?” Jessica dapat melihat sesuatu dari tatapan mata Taeyeon.

“Kau akan terkejut jika kutunjukkan hal yang satu ini.” Dia mengambil tabletnya dan mengutak-atiknya sebentar.

“Ini. Kita hanya perlu melangkah mundur sampai disini.” Taeyeon menaruh tabletnya dihadapan Jessica.

“Jinjja.. Bukankah foto ini diambil saat kita melakukan promosi Gee? Dan ini kita. Kau dan aku. Bagaimana bisa dia melakukannya dengan pas seperti ini? Aku bahkan lupa pernah berfoto dengan pose seperti ini denganmu.”

“Semua ini sudah direncanakan olehnya. Aku tidak tahu kenapa. Yang pasti foto itu diambil tak lama dari waktu dimana dia dijebloskan ke dalam penjara. Kurasa kita hanya perlu mencari sesuatu yang menarik yang terjadi setelahnya.”

“Kau bilang hanya?” Jessica menatapnya sebal. “Menjelajahi waktu dalam kurun waktu tiga tahun bukan hal yang mudah. Banyak yang terjadi selama itu.”

“Aku tahu. Kurasa ini akan menyenangkan meski terdengar membosankan.”

“Ini akan menyenangkan? Begitukah menurutmu? Dasar gila! Apa kau pikir kau bisa menghandle semua ini sama seperti sebelumnya?” Jessica menatapnya tajam. Tak setuju dengan apa yang Taeyeon katakan. “Kau terdengar meremehkan. Permainan ini bukan suatu hal yang dapat kau mainkan tanpa tekanan. Semua ini hampir membuatku gila, Kim Taeyeon!”

Taeyeon menggeleng. “Kita harus tenang agar tak lagi masuk dalam jebakan. Yang kulakukan tak lebih dari menyelamatkan. Kenapa kau terus saja mengatakan bahwa semua itu tak lebih dari sebuah kegilaan? Apa yang sebenarnya kau takutkan?”

“Kematian.” Rahang Jessica mengeras. “Aku tak ingin melihat kematian.”

“Itu takkan terjadi. Percaya padaku.” Taeyeon menatapnya.

“Haruskah aku mempercayai seseorang yang bahkan membohongi kekasihnya sendiri?” Jessica bangkit dari duduknya. Berjalan melewati bahu Taeyeon. Tak ingin melanjutkan pembicaraan.

“Lalu bagaimana denganmu? Apa kau dapat menceritakannya pada Yuri?”

Jessica menghentikan langkahnya. Sebuah pertanyaan yang sampai kini masih menjadi mimpi buruknya.

“Kau juga tidak bisa melakukannya. Kau takkan sampai hati membiarkannya tahu dan ikut khawatir bersamamu.” Suara Taeyeon terdengar dibelakangnya. “Karena itu, kumohon nikmati semua ini dengan kepala dingin. Aku telah melakukan kesalahan karena masuk dalam tekanan dan kuharap kau tidak melakukan hal yang sama.”

Dia melangkah lebih dulu. Melewati Jessica yang masih berdiri kaku. Dua langkah melewati Jessica, Taeyeon berhenti.

“Kau boleh tidak mempercayaiku, tapi aku sangat mempercayaimu, Jung Sooyeon.”

***

TBC

P.S.

Selesai chapter 3!! Yipppiiiieeee ^^

Etdah.. Niat awal gue bikin VV kan gue nggak mau ngepost nyentuh 5000 words, tapi makin kesini malah makin panjang (._.’)

Mmmm.. gue mau nanya apa ya?

Adakah yang semalam bergalau karena rumor lama yang kembali mengusik dunia maya?

Ciieeeeee yang galau…!! Selamat galau!!! *ditabokLocksmith *kaboooorrr :p

*Simpel banget lo nulis gitu.. Elo nggak tau rasanya jadi gue. Elo mah enak bukan shipper mereka..

*Gue udah sering ngerasain nggak enaknya jadi shipper kalo lo tau siapa yang gue shipperin #nyengirunyumintadigaplok

Tapi saran gue sih nggak usah galau kali ya.. Kalau pun terlanjur galau ya jangan lama-lama ngegalaunya. Karena apa?

Karena rumor itu rumor.. Inget kan lagunya rumor, butiran debu.. So, anggap aja berita semalem nggak lebih dari butiran debu yang bikin Locksmith kelilipan. Dikucek-kucek dikit plus dibasuh aer juga rumor eh butiran debunya bakal ilang. Yegak? *gue berasa PHP-in LS tentang hubungan mereka deh.. haha

Semoga chapter ini bisa menghapus kegalauan semalam.. But still.. Kalo emang jiwa RF masih melekat ya tinggal cuekin aja.. (entah kenapa radar gue nggak bunyi nyaring pas baca berita semalem) Tetep percaya kalo.. Gemboknya belom ganti kunci.. Princess masih nempel sama seobangnya.. Keroro masih bobok bareng (?) rilakuma.. Nggak akan ada jangshin kalo nggak ada danshin.. Lagi-lagi gue speechless gimana mengibaratkan Hyonic. Mian..

Happy Taeny’s Day.. ^^

Readers disini tuh rata-rata Locksmith ya? *gak maksud apa-apa nanya gini, santee yang bukan Locksmith.. Author wepe ini bukan Locksmith. Ciyusss.. v(^.^)v

Gue nanya karena kalo gue baca komen banyak banget yang ujung-ujungnya.. ‘Taeny momennya banyakin yaaa’ hahaha padahal sebenernya authornya pengen banget menuhin satu chapter cuma dengan dua nama #nyengirevil

Buat yang minta Soosun atau Hyonic banyakin momen dan nganggap mereka datar-datar aja, bukannya nggak mau tapi alurnya memang seperti itu. Sabar-sabar aja ya.. Mereka akan muncul pada waktu yang tidak disangka-sangka. Idihhhh gue berasa PHP yee..

So, nikmati aja sama seperti gue menikmati waktu menyusun kata demi kata di tiap chapternya. Gue mulai menikmati draft yang gue buat. Untuk yang nanya VV akan sampai berapa chapter, maka tanyakan saja pada rumput yang bergoyang :p

Udahan ye cuap-cuapnya.. Panjang deh cuap-cuap gue kali ini. Pasti abis baca cuap-cuap gue Readers udah pada lupa lagi mau komen apa.. Haha

Semoga kali ini gue nggak banyak typo seperti sebelumnya.

Selamat menikmati..

Sampai jumpa!! 😀